Senin, 03 Oktober 2016

Pekatnya Rindu



Malam ini. aku mulai berpikir tentang hal yang ringan, tetapi malah membuat bimbang. enaknya minum apa malam ini, untuk menemaniku melewati malam yang selalu hambar-hambar saja? Tentunya minuman kopi,
Kopi… kopi itu seperti Rindu,
Rindu terasa pekat. Kental. Kental akan perasaan perih. Tahukah kamu? bagaimana perih itu datang?
perih berkembang seraya diri dan hati ini harus memendam sendiri rasa rindu

Rindu itu akan menyayat hati dengan abadi jika rindu tak pernah bertemu obatnya
siapakah obatnya? Tak perlu ku jelaskan karena memang tak penting untuk disebutkan. Jika ku menyebutkannya maka tak menjami obatnya akan muncul di depan mata saat ini juga.

Rindu itu hitam. Mengapa ku sebut hitam? karena  rindu datang diakibatkan dari banyaknya kenangan hitam. Apa itu kenangan hitam? kenangan yang tentunya menggoreskan hati. 
Mungkin banyak orang bilang rindu datang karena kenangan manis yang tak bisa diulang. Tapi aku berkesimpulan, rindu datang ketika hati ini kehilangan kepingannya. sama seperti puzzel yang satu bahkan lebih kepingannya hilang begitu saja.
Jadi tak salah bila ku katakan rindu hadir karena rasa kehilangan itu terus menerus dirasakan. Jangan salahkan aku jika ku berpendapat bahwa kehilangan merupakan salah satu bagian dari kenangan hitam.

Rindu itu pahit, sungguh pahit..
sebenarnya siapakah yang memubuat pahit? aku atau kamu?
Entahlah, mungkin rasa pahit ini aku yang membuatnya sendiri diluar nalar dan logika ku, mengadukkan rasa rindu itu dengan campuran sisa kepingann perasaan yang aku tak tau kapan usai.

Kadang pula di dalam rindu ini aku tak bisa melihat bayanganmu lagi karena sudah semakin hitam dan pekatnya rasa rindu ini. Bahkan aku hampir lupa wajahmu. Dapat disimpulkan bahwa aku tak berani lagi melihat foto-foto mu secara sengaja. Bahkan bertahun-tahun dapat kupastikan kita tak pernah lagi saling tatap. Sesekali tak sengaja ku lihat foto mu di sosial media. itu sudah cukup.

kamu tahu? lelahku tak berujung. Iyaa tak berujung.. 
sama seperti rindu ini yang terus menerus mengalir begitu saja dalam pipa waktu. 
sama seperti rindu ini yang terus menerus mengetuk pintu hatiku dari dalam, namun belum ada kuncinya, sehingga rindu ini masih terpenjarakan di dalam hati
sama seperti rindu ini yang terus menerus memancarkan radiasi ke seluruh perasaanku

Namun aku bisa apa?
Aku cuma bisa berdoa kelak rindu ini akan segera luruh dengan berkurangnya jarak kita berjalan menuju satu titik. Titik dimana rindu dan semua jarak akan luruh. Titik dimana semua yang dilarang akan menjadi halal.

Tapi ku hanya bisa berharap semoga kamu yang jadi kunci pintu hatiku, kunci yang bisa mengeluarkan rindu di balik intu itu
ku hanya bisa bermimpi kamu yang bisa menghentikan aliran rindu dalam pipa waktu
ku hanya bisa berdoa supaya kamu yang jadi penangkal akan radiasi rindu itu.
Seperti biasa, malam ini aku sendiri. Bersama secangkir kopi. Senyum-senyum sendiri. Menikmati malam yang sunyi. Tanpamu, aku sungguh tak berarti. Sampai kapan aku harus menanti ? Berapa musim lagi yang harus ku lewati ?
Aku masih setia menanti dan akan terus menanti, Karena selalu ada harapan di hati.
Jika bukan malam ini, Aku akan terus menanti. Menanti saat kita menimati secangkir kopi bersama. Meneguk manisnya rindu yang sempat tertunda. Melewati malam berdua. Mesra. Bahagia. Selamanya.